Sunday, February 14, 2016

Rahasia Cinta ValenTeen

Dibawah pohon yang rindang, di senja yang berkabut. Seorang gadis tertegun menanti sebuah pesan singat yang tidak kunjung ia terima. Matanya kosong memandang ladang luas yang hijau, tapi pikiranya telah berada di suatu tepat lain yang menjenuhkan pikirannya, tempat jauh dan hanya dia sendiri. Tangannya memotong-motong rumput, mengespresikan bahwa dia sedang kesal dan kecewa.
 Angin sesekali datang dan mengibas rambur panjangnya. Dedaunan kuning berjatuhan, ranting-ranting bergoyang-goyang. Begitu pula padi-padi yang hijau saling bersahutan bagai ombak laut. Capung-capung berterbangan membentuk segumpal pemandangan yang menabjubkan. Matahari yang mulai redup di arah barat menambah suasana semakin terasa hangat mengoda.
 Lamunannya terjaga sesaat handphone miliknya berdering tanda sms masuk. Raut wajahnya berubah ceria, tapi semua itu tidaklah lama. Pesan itu bukan dari seorang yang ia tunggu “Valen”. Pesan itu dari Jimy.
Valen adalah teman kecil Titeen, mereka sangat berteman baik, jika ada salah satu dari mereka mendapat masalah, satu yang lain menolong. Mereka bukan hanya sahabat dari kecil tapi mereka juga bertetangga. Titeen segera menghapus pesan dari Jimy, ia nampak tidak ingin di ganggu oleh teman barunya itu. Sambil bersandar dan bernyayi-nyayian dangdut, ia kembali melamun dan menunggu kembali pesan dari Valen. Walau sebenarnya ia sudah tahu kalau Valen tidak akan mungkin memberi pesan padanya. Ia prustasi, jenuh dan benci atas kebohongan-kebohongan yang Valen janjikan dulu sebelum mereka berpisah. Ia tidak menyangka setelah Valen pergi ke jakata ia tidak pernah lagi mendengar kabar dari Valen. Hati Titeen kalut dan stress hingga berhari-hari tidak terkecuali hari ini.
 Dalam kekalutan hidupnya hadir seorang teman baru bernama Jimy. kehadiran jimy dalam hidupnya di mulai beberapa bulan lalu. Kini jimy menjadi sosok pelibur lara Titeen walau hanya lewat sebuah pesan singkat. Masih dalam lamunan seorang bocah, berumuran belasan berlari dari kejauhan dan semakin mendekati Titeen. Dari kejauhan titin hafal betul gelagat pemuda itu. Di tangan kanannya Titeen mengepal lumpur sawah yang siap menghantam siapa saja yang akan datang. Sesampainya pemuda tadi di depan Titeen, ia langsung menerima lembaran dari Titeen. Titeen merasa kesal dan sangat bernafsu melemparinya lumpur.
“Makan tu lumpur hahahahaha” tawa Titeen merasa puas melempar lumpur ke pipi pemuda yang mendatanginya.
Pemuda tadi tidak tinggal diam, ia mengambil pula sebuah lumpur lalu melemparnya ke arah Titeen, tapi sayang Titeen berlari hingga lumpur itu jatuh tidak mengenai sasaran. Pemuda itu terus mengejar Titeen. Sampailah di sebuah sudut sawah Titeen terjatuh. Pemuda itu tertawa lepas dan tanpa pikir panjang ia melumuri Titeen dengan lumpur yang ia pegang.bukan hanya itu ia juga kembali mengambil lumpur dari sawah dan sekali lagi melumuri Titeen hingga badanya penuh lumpur. Titeen kembali membalas. Alhasil mereka berdua berlumuran lumpur. mereka mengakhiri permainan setelah merasa lelah.
“Kamu bukan temanku lagi. Buat apa kau kembali? Kamu telah melupakan janji-janjimu. Janji-janji manismu yang akan selalu memberiku surat dan pesan-pesan indah darimu. Tidakkah kamu ingat kata-kata terakhirmu dulu? Kamu bilang dimanapun kamu berada kamu akan tetap mengabariku bahkan setiap hembusan nafas ini. Tapi mana janji itu, mana?”  Titeen mengerutu dan membentak Valen dengan beberapa tetes kerinduan dari celah matanya. “kenapa Valen, kenapa kamu melupakanku? Melupakan janji-janji kita. kamu tahu, kamu membuatku lelah menunggu pesan dan surat-suratmu yang tidak kunjung aku terima.” Lanjut Titeen.
 “Maafkan aku Teen, bukan aku mengingkari janjiku, tapi aku sangat sibuk di kota. Aku juga dilarang kakek dan nenek untuk memengang hp.
“Alesan. Sudahlah sebaiknya kamu kembali saja ke kota. Aku sudah tidak ingin lagi berteman denganmu.
“Kamu tidak percaya padaku?
 “Sebaiknya kau tinggalkan aku sendiri, kau sungguh telah berubah. Lagi pula aku sudah mempunyai teman baru dan dia lebih baik darimu.
“Tapi Teen, siapa dia? Secepat itukah kamu menghapus persahabatan kita.
“Bukan aku yang menghapus, tapi kamu!!!
“Iya aku salah aku mengaku salah jadi please maafkan aku.
“Tidak Valen!!! Maaf, aku ndak bisa memaafkanmu.
“Baiklah aku pergi kalau kamu tidak mau memaafkanku, selamat tinggal Teen”. Valen berlalu meningalkan Titeen. Titeen berbalik arah dan ia temukan Valen sudah menghilang dari peredaran.
“Valennnnnn, dasar bodoh, pecundang, dasar penipu. Valennnn.........  kenapa kamu tinggalkan aku, tunggu Valennnn, Valennnnnnnnnnn........” teraik Titen. “kring-kringggggg” suara handpone membangunkan Titeen dari tidurnya.
Lima hari berlalu, Sebenarnya Titeen memendam rindu pada Valen, tapi kekecewaannya menggubur semua kerinduan yang membeluggu jiwanya. Entah mengapa lima hari itu Titeen merasakan kesepian yang amat dasyat, sosok Jimy juga tiba-tiba menghilang. Lima hari itu Titeen benar-benar menjadi manusia terhampa di dunia.
Pagi ini Titeen berangkat ke pasar bersama ibunya. Di pasar ia bertemu dengan tantenya Valen. Pertemuan itu membuat Titeen kembali mengingat Valen yang kini entah ia berada di mana.
“Teen sudah lama lo kamu ndak main ke rumah tante, kapan-kapan main ya? Kalau bisa besok saja, sekalian nanti tante kenalkan anak tante yang baru datang dari jakarta.”
“Oh maaf tante tapi....
“Tidak ada tapi tapian pokoknya besok tante tunggu. Ya sudah met belanja tante permisi dulu."
“Tapi tante..tante.” tante Mirna berlalu meningalkan Titeen.
Sore hari yang indah, biasanya di waktu seperti ini ia sering bermain layang-layang bersama Valen sambil menikmati indahnya langit ciptaan sang ilahi. Tapi semua itu tinggal kenangan. Di tanganya ada sebuah kotak kecil, kotak musik dengan dua orang yang sedang berdansa dan sebuah buku hariannya. Semua itu adalah barang-barang kenangan bersama Valen.
“Selamat tinggal Valen, anggap saja kita tidak pernah bertemu.” Itulah kata terakhir Titeen sebelum ia mengubur barang –barang dari Valen.
Ke-esokan harinya Titeen bersiap menuju rumah tante Valen. Rumah penuh kenangan manis bersama Valen. Rumah yang dulu sering ia datangi ketika Valen dan dirinya masih duduk di bangku SD hingga setahun yang lalu. Sebenarnya ia menolak untuk datang pagi itu tapi ibunya memaksanya, karena ia telah berjanji akan datang untuk menyambut anaknya tante Mirna yang hari ini akan datang dari jakarta.
Selepas dari pasar kemarin, Titenn agak sedikit binggung. Dalam  hatinya bertanya-tanya “sejak kapan tante Mirna punya anak?”. Selama ia tinggal dan menjadi tetangganya belum sekali saja ia mendapati tante Mirna memiliki anak. Selama ini yang Titeen tahu Valenlah yang hidup dengannya.
“Apa mungkin Valen adalah anaknya tante mirna?” hati Titeen bergejolah. Tapi itu tidak lama, sebab ia segera mengalihkan pandangannya pada kaca besar yang terpampang di depannya. Beberapa kali ia berputar-putar berharap tidak ada satu cacat yang bisa menimbulkan pertanyaan di rumah tante Mirna.
Dirasa telah yakin akan penampilannya, pagi itu Titeen segera berangkat. Sesampainya di ruamh tante Mirna ia langsung di sambut hangat oleh tante mirna sendiri dan langsung mengajaknya di taman belakang rumah. Lagi-lagi hatinya harus pilu menyaksikan halaman belakang itu. Hatinya kembali menangis mengingat Valen yang entah saat ini dia kemana. Selepas Titeen mngusirnya, kini ia bahkan hilang begitu saja tanpa ada kabar apapun.
Taman inilah yang dulu merangkai persahabatan keduanya, bermain ayunan, berenang di kolam hingga membuat rumah-rumahan di bawah pohon yang semuanya itu belum ada satupun yang hilang. kenangan itu masih ada, bahkan bekasnya masih tersisa. Rumah pohon, ayunan dan kolam renang. Semua membisikinya tentang Valen. Matanya pedih, pedih hingga goresan air mengalir bergantian.
“Tante”. Titeen mencoba tegar.
“Ya Teen?
“Boleh aku tanya sesuatu?
“Kenap tidak”.
“Kenapa semua ini harus terjadi padaku tante? Kenapa Valen tega meninggalkanku? Bahkan ia sudah melupakan ku, melupakan persahaban kita. Apakah tante tahu kenapa dia sudah tidak lagi ingin bersahabat dengan ku? Apa dia sudah muak denganku? Apakah disana dia sudah mendapat teman yang lebih baik dariku. Sesibuk apakah dia hingga sepucuk surat saja ia tidak pernah kirim untuk sahabatnya ini? Dosa apakah aku hingga ia harus berpaling pada yang lain? Dan dosa apa aku hingga ia bersenang-senang di sana atas rasa piluku yang terbalut kerinduan inipadanya. Sudahkah ia lupa akan aku? Sahabatnya dari kecil.
“Maaf Teen tante tidak bisa menjawab itu. Kamu sahabatnya dari kecil dan seharusnya kamu lebih tahu kenapa ia berbuat seperti itu. Tapi yang tante tahu dia tidak ingin melihat satu tetes saja air mata keluar dari matamu.
“Aku memang mengenalnya tante bahkan sangat mengenalnya tapi semua itu membuatku buta kalau ternyata dia telah menghianatiku. Aku tuli kalau selama ini ia membisikan kebohongan padaku. Bahkan aku bisu untuk mengatakan tidak padanya. Begitulah aku mengenalnya tiada yang bisa aku perbuat kecuali mengaguminya. tapi semua itu palsu, kini langit telah merobek mataku, hingga aku bisa melihat kenyataan ini.  kini ia telah membuka telingaku untuk mendengarkan bahwa bisikanya adalah kepalsuan dan kini ia membuka mulutku hingga mulut ini sadar jika perkataanya adalah penghianatan.
Tante Mirna pergi dan meningalkan Titeen. Di dalam rumah tante Mirna menangis. Ia menangisi rahasia yang lama ia pendam. Entahlah mana dulu yang harus ia katakan pada Titeen sungguh ia tidak sangup. Bahkan kini ia tidak tahu harus memihak pada siapa? Pada Valenkah atau gadis malang seperti Titeen. Titeen yang berlahan mendekati rumah buatannya bersama Valen. Beberapa saat di rusak rumah itu penuh dengan amarah dan di tendang-tendangnya dengan mengumpat pada Valen yang ia anggap sebagai penghianat.
“Valen aku membencimu... aku membencimu...................!” Titeen masih berusaha merusak rumah kecilnya yang sudah rubuh.
“Halo!” Sesorang memangil Titeen dari belakang. Titeen mengusap air matanya dan menoleh ke belakang. Keduanya saling pandang agak lama.
“Siapa kamu?” Titeen mulai percakapan.
“Apa itu penting?”. Sahut pemuda itu.
“Maaf aku tidak mengenalmu permisi.” Titeen pergi menuju rumah.
“Hai  boneka cantik” teriak lelaki itu, dan sekejap Titeen berhenti.
“Jimy? Hatinya bergemuruh “apakah benar itu dia? Lanjutnya meraba-raba hayalan.
“Hai cantik, iya hatimu benar aku Jimy.”
“Jimy? Entah ada megnet apa tapi tiba-tiba Titeen memeluk teman yang baru beberapa bulan lalu itu ia mengenalnya.
Dua menit berlalu Jimy mengajak Titeen duduk. Belum lama duduk Titeen langsung menyerang Jimy dengan beberapa pertanyaan, hal tetang jimy dan  keberadaan Jimy selama ini. Jimy juga antusias menceritakan kehidupanya.
“Perlu kamu ketahun Teen selama ini aku berada di jakarta bersama ayahku. Semua itu berawal ketika ibu dan ayah bercerai. Dari pengadilan ayahku yang memenangkan hak asuh atas diriku. Dimualai hari itu aku berbisah dengan ibu dan hidup bersama ayah, tapi beberapa tahun yag lalu ayahku telah meningal dunia karena kanker turunan yang di miliki keluarga kita. tapi selama itu juga aku masih di sana bersama paman, lebih tepatnya ayah Valen. Aku tidak kembali kesini karena aku ingin menyelesaikan sekolahku dulu hingga kini aku pulang dan menemui ibu.
“Tunggu jadi kamu dan Valen sepupuan?
“Ayahku adalah saudara ayahnya Valen.”
“Oh jadi yang memberikan nomerku selama ini adalah Valen?
“Iya kamu benar lagi.
“Dan Valen mencoba merencanakan ini semua agar dia tidak bisa di salahkan atas perbuatanya padaku. agar aku mengira dia paling tidak sudah mengirim seseorang padaku agar aku bisa memaafkanya begitu? Tidak.. aku tdak akan pernah menganggap ini adalah jasanya, aku tidak akan pernah memaafkanya. Perbuatanya seperti ini semakin memperjelas dia memang mengecut dan penghianat”. Titeen lari meniggalkan Jimy.
“Teen...... tuggu. Teen biar aku jelaskan.
“Aku juga membencimu Jimy aku juga benci kalin semua.
Senja jatuh di daratan bumi terpencil di kota tuban, sebuah perkampungan asri yang di kelilingi pepohonan rindang, seorang gadis termenung dalam irama dan nada-nada kesedihan. senja yang kelambu tersirat langit memudar merah kalut dengan awan yang tak lagi mempesona. Dedaunan terlempar dari dahannya ketika angin liuk-liuk memghempasnya. Desiran angin juga membelai rambutnya yang panjang, bergibar mbak bendera. Padangannya kosong, jauh kedanau yang di kelilingi bebukitan, terdapat cahaya mengintip di balik bukit, dan memanjarkan semburat kekuningan yang tak lagi berenergi. Sesekali ia mengusap air matanya yang terus membasahi wajahnya.
“Kamu jahat Valen, kamu sungguh teman yang sangat jahat di dunia ini. Begitu bayak permainan yang kamu mainkan dalam hidupku. kini pasti kamu sedang berbahagia atas semua tipu dayamu padaku. aku membencimu aku menbencimu......!

Tobe continue....

0 comments:

Post a Comment

 
The Secret Walls Blogger Template by Ipietoon Blogger Template